BAB I
Pendahuluan
Kegiatan
yang dilakukan dalam lingkungan sekolah pada umumnya adalah proses belajar
mengajar. Yang di sana terdapat guru sebagai pengajar dan murid sebagai siswa
yang diajar. Pada umumnya suatu proses belajar mengajar (selanjutnya disebut
proses pendidikan) dapat diketahui berhasil atau tidaknya dengan suatu cara tertentu.
Cara ini biasa disebut sebagai evaluasi belajar, dan pada umumnya berupa ujian
yang diberikan kepada para siswa.
Namun
disamping itu evaluasi belajar juga haruslah dibuat secara baik dan
profesional. Dalam hal ini soal ujian yang telah diberikan harus dianalisa
sehingga terlihat seberapa baik proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Dalam
hal ini evaluasi hasil belajarlah yang berperan aktif untuk mengetahui itu
semua. Perlu diketahui bahwa evaluasi hasil belajar juga memiliki manfaat yang
sangat luas, akan tetapi dalam pembahasan kelompok ini hanya akan menggambarkan
beberapa point penting saja.
Sebagai para
pengajar haruslah mengetahui apakah prinsip-prinsip dalam evaluasi. Sehingga
dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan dapat dijadikan pijakan untuk
proses belajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar akan selalu dinamis
dan dapat berkembang menuju lebih baik. Selain prinsip evaluasi sebagaipengajar
perlu juga mengetahui alat-alat untuk dijadikan sebagai alat evaluasi.
Sehingga
terbentuklah suatu kegiatan evaluasi yang baik, yang berguna karena keasliaanya
dengan tersiratnya prinsip-prinsip evaluasi tersebut. Dan dengan hasil
eavaluasi ini maka dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya untuk mengambil
kebijakan-kebijakan dalam proses pendidikan yang ada. Dengan demikian
terlihatlah bahwa evaluasi yang baik dan benar sangatlah mempengaruhi proses
pendidikan selanjutnya.
Evaluasi
berasal dari kata evaluation dalam bahasa indonesia berarti penilaian.
Akar katanya adalah value yang berarti nilai. Dan jika diartikan secara
istilah yaitu istilah evaluasi menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.(Sudijono, 2011
: 1)
Secara umum
suatu proses evaluasi dalam pendidikan dapat dikatakan terlaksana secara baik
apabila memegang pada prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, antara lain :
- Berprinsip keseluruhan
Dalam
evaluasi seharusnya evaluasi tersebut dilaksanakan secara keseluruhan yaitu
menyeluruh kesemua bagian. Sehingga evaluasi dapat dikatakan baik karena semua
pihak yang dievaluasi dapat melaksanakannya semua. Dengan kata lain
evaluasi hasil belajar harus dapat mencangkup berbagai aspek yang dapat
menggambarkan perkembangan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Dengan
demikian evaluasi hasil belajar dapat mengungkap aspek proses berpikir,
bersikap, dan bertindak.
Dari hasil
evaluasi belajar yang dilakukan secara menyeluruh maka akan didapat hasil hasil
secara menyeluruh pula. Yang dengannya menjadi bahan-bahan dan informasi yang
lengkap menganai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan
sasaran evaluasi.
- Berprinsip kesinambungan
Prinsip ini
biasanya dikenal dengan prinsip kontinuitas, yang dimaksudkan di sini adalah
sebagai suatu evaluasi dapat dikatakan menjadi baik jika evaluasi itu dilakukan
secara sambung menyambung dan dilakukan dari waktu ke waktu. Dengan demikian
maka akan dapat diperoleh gambaran kemajuan yang terjadi di antara para siswa
yang di evaluasi. Dan gambaran kemajuan yang diperoleh dari peserta didik ini
dapat dijadikan sebagai langkah untuk menentukan langkah-langkah atau
kebajikan-kebajikan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya agar tujuan
pendidikan dapat dicapai secara baik.
- Berprinsip obyektivitas
Prinsip
obyektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai evaluasi yang baik apabila terlepas dari fakto-faktor yang bersifat
subyektif.
Maka dalam
melaksanakan evaluasi sebaiknya senantiasa berpikir dan bertindak secara wajar,
menurut keadaan yang senyatanya tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan
yangbersifat subyektif. Maka prinsip obyektivitas ini sangat penting dilakukan.
Sehingga dalam melakukan evaluasi dapat menghasilkan evaluasi yang murni yang
tidak ternodai oleh sifat subyektif yang ada, karena keaslian dan kemurnian
evaluasi inilah yang akan dapat digunakan untuk menentukan langkah yang baik
selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. ALAT EVALUASI
Dalam
pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah
seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif
dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah “instrument”. Dengan
demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Dalam
kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik
sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. (Arikunto, 2010: 25)
Alat
evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi
dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut
evaluator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal dengan
teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas, ada dua teknik evaluasi, yaitu
teknik nontes dan teknik tes. (Arikunto, 2010: 26)
- Teknik nontes
Teknik
evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes.
Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian peserta didik secara
menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, social, ucapan, riwayat hidup
dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan
baik individual maupun secara kelompok. (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21
September 2011)
Suharsimi
Arikunto dalam bukunya Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan menyatakan yang
tergolong teknik nontes antara lain:
- Skala bertingkat (rating scale)
- Kuesioner (questioner)
- Daftar cocok (check list)
- Wawancara (interview)
- Pengamatan (observation)
- Riwayat hidup
- Skala bertingkat (Rating scale)
Skala
menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil
pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan: Rating gives a numerical value to
some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
Contoh:
Skor atau
nilai yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi
belajar siswa. Siswa yang mendapat skor 8, digambarkan di tempat paling kanan
dan semakin ke kiri adalah penggambaran nilai dibawah 8.
4
5
6
7
8
- Kuesioner (questioner)
Kuesioner
(questioner) juga biasa disebut angket. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).
Dengan kuesioner ini dapat diketahui keadaan atau data diri, pengalaman,
pengetahuan, sikap atau pendapat dan hal lainnya dari diri seseorang.
Suharsimi
Arikunto menyatakan bahwa macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi.
a)
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
i.
Kuesioner langsung
Kuesioner
ini dikatakan langsung karena dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang
akan dimintai jawaban tentang dirinya.
ii.
Kuesioner tidak langsung
Kuesioner
tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang
dimintai keterangannya.
Sebagai
contoh kuesioner diberikan kepada orang tua peserta didik untuk memperoleh data
mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam
menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. (Sudijono, 2011: 84)
b)
Ditinjau dari segi cara menjawab
- Kuesioner tertutup
Kuesioner
tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban
lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Contoh: dengan memberikan tanda cek ( √ ).
- Kuesioner terbuka
Kuesioner
terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi
bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban
pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan bermacam-macam.
Contoh: kuesioner terbuka digunakan untuk meminta pendapat atau keterangan
tentang alamat pengisi.
- Daftar cocok (check list)
Daftar cocok
atau check list adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat),
dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cek ( √ ). Di tempat
yang sudah disediakan.
Contoh:
Berilah
tanda cek ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.
Pernyataan
|
Pendapat
|
||
Penting
|
Biasa
|
Tidak
penting
|
|
Olah raga
tiap pagi
|
|||
Aktif
mengikuti organisasi
|
|||
Berkunjung
ke kos teman
|
- Wawancara (interview)
Wawancara
atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban
dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
Wawancara
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a)
Interviu bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek
evaluasi.
b)
Interviu terpimpin, yaitu interviu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi
dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban
yang sudah dipersiapkan oleh pihak penanya. (Arikunto, 2010: 30)
Anas
Sudijono dalam Pengantar Evaluasi Pendidikan menyatakan bahwa kelebihan yang
dimiliki oleh wawancara adalah, bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara
sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen, dan lain-lain) dapat melakukan
kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat
diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam. Karena dengan
melakukan wawancara, peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya dengan lebih
bebas.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa teknik wawancara tepat digunakan apabila
seorang peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam dari seorang atau
beberapa responden. Karena pertanyaan-pertanyaan yang belum jelas dapat
diulang dan dijelaskan lagi dan sebaliknya jawaban yang belum jelas dapat
diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna.
- Pengamatan (observasi)
Pengamatan
atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
Terdapat 3
macam observasi:
a)
Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan
sepenuhnya mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
b)
Observasi sistematik, yaitu observasi dimana factor-faktor yang diamati sudah
didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Dalam
observasi sistematik pengamat berada di luar kelompok.
c)
Observasi eksperimental
Observasi
eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam
hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemekian
rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
(Arikunto, 2010: 31)
- Riwayat hidup
Riwayat
hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.
Dengan mempelajari riwayat, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu
kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap objek yang dinilai.
(Arikunto, 2010: 31)
- Teknik tes
Menurut Drs.
Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya evaluasi pendidikan Tes
adalah ” suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan
cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat “. Selanjutnya didalam bukunya teknik-teknik
evaluasi Mukhtar Bukhori mengatakan: “ Tes adalah suatu percobaan yang
diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada
seorang murid dan kelompok murid”.
Definisi
yang selanjutnya dikutip oleh webster’s collegiate “test= any series of
questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge,
intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group.
Dengan
terjemahan bahwa Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Dari
beberapa kutipan dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu
alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain,
tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau
dari dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3
macam tes, yaitu :
- Tes diagnostik
- Tes formatif
- Tes sumatif
1)
Tes diagnostik
Tes diagnostik
adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga
berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan
yang tepat. Dengan mengingat sekolah sebagai sebuah tranformasi, maka letak tes
diagnostik dapat dilihat pada diagram berikut ini:
input
output
Tes
diagnostik ke1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon
tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima
pengetahuan disekolah yang dimaksudkan. Secara umum tes ini disebut tes
penjajakan masuk yang dalam istilah inggris disebut entering behaviour test.
Test diagnostik ke1 dilakukan untuk dapat menerima penetahuan lanjutannya.
Pengatahuan dasar inibisa disebutdengan pengatahuan bahan
prasyarat(pre-requisite). Oleh karena itu tes ini disebut sebagai tes prasyarat
atau pre-requisite test.
Contoh:
Untuk
mengajarkan perhitungan menghitung korelasi serial, guru harus yakin bahwa
siswa sudah menguasai perhitungan tentang rata-rata dan simpangan baku(mean,
standar deviasi). Oleh karena itu, sebelum mulai dengan menerangkan teknik
korelasi serial tersebut, guru mengadakan test diagnostik untuk mengetahui
penguasaan siswa atas mean dan standar deviasi tersebut.
Test
diagnostik ke2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program.
Apabila cukup byak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari
satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus.
Apakah anak yang baik akan disatukan disatu kelas, ataukah semua kelas akan
diisi dengan campuran anak baik,sedang, atau kurang, ini semua memerlukan
adanya informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara melakukan
tes diagnostik. Dengan demikian tes ini berfungsi sebagai tes penempatan
(placement test) .
Test
diagnostik ke3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat
menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang
bijaksana, maka pengajar harus sekali-kali memberikan test diagnostik untuk
mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa.
Selain itu ia harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum
menguasai bahan. Berdasarkan atas hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat
memberikan bantuan yang diperlukan.
Test
diagnostik ke4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru
akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia
berikan.
2)
Test formatif
Dari arti
kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah
mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini test
formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
Evaluasi formatif atau test formatif diberikan pada akhir setiap program. Test
ini merupakan post test atau test akhir proses.
Pre
test
post test
(test
awal)
(tes akhir)
Evaluasi
formatif mempunyai fungsi baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.
Manfaat bagi
siswa
a)
Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan proram secara
menyeluruh.
b)
Merupakan penguatan bagi siswa.
c)
Usaha perbaikan
d)
Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan
serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dngan mengetahui hasil tes
formatif, siswa dg jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang
masih dirasakan sulit.
Manfaat bagi
guru
a)
Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh
siswa.
b)
Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik
siswa.
c)
Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
Manfaat bagi
program
Setelah diadakan
tes formatif maka diperoleh hasil. Dan hasil tersebut dapat diketahui :
a)
Apakah program yanag telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti
sesuai dengan kecakapan anak .
b)
Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyrat yang belum
diperhitungkan .
c)
Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang
akan dicapai .
d)
Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat .
3)
Tes
Sumatif
Evaluasi sumatif/
tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program /
sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes
formatif dapat disamakan dengan ualangan harian,sedang tes sumatif ini dapat
disamakan dengan ulagan umum yang biasanya dilaksanakn pada akhir semester.
Manfaat Tes
Sumatif.
Manfaat tes
sumatif ada 3 yang terpenting,yaitu:
a)
Untuk menentukan nilai.
Apabial tes
formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan
penyampaian, dan tidak digunakan untuk member nilai atau tidak digunakn untuk
menentukankedudukan seorang anak, maka niali dari tes sumatif ini digunakn
untuk menentukan kedududkan anak.
b)
Untuk menentukan seorng anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam
menerima program berikutnya. Dalam kepentingan ini tes sumatif berfungsi
sebagai tes prediksi.
Contohnya;
ketiak kenaikan kelas guru mempertimbangkan siapakah kira kira siswa yang mampu
mengikuti program di kelas berikutnya.
c)
Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi; orang
tua,pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila
siswa pindah sekolah/ akan melanjutkan belajar/ akan bekerja.
Contohnya;
raport yang diberikan setiap akhir semester dan ijazah/ STTB bagi siswa yg
lulus dalam tingkat SD/ SLTP /SMA
4. penilaian
penempatan ( pretes)
tujuan utama adalah untuk mengetahui seauh mana
peserta didik memliki keterampilan- keterampilan yang diperlukan untuk
mengikuti suatu program pembelajaran serta sejauh mana peserta didik telah
menguasai kopentensi dasr sebagaimana yang tercantum dalam RPP dan silabus.
1. berkaitan
dengan kesiapan peserta didik menghadapi program baru
2. menyesuaiakan
kemampuan peserta didik dengan program pembelajaran.
4)
Tes Formatif dan tes sumatif dalam praktek
Dalam
pelaksanaan di sekolah tes formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes
sumatif bias dikatakan sebagai ualngan umum yang diadakn di akhir semester.
Dalam
pelaksanaannya tes sumatif di sekolah sekolah dikenal dengan THB (tes hasil
belajar), TPL (tes prestasi belajar),Ulangan semester.
Kebaikan THB
bersama;
a)
Pihak atasan atau pengelola sekolah sekolah dapat membandingkan kemajuan
sekolak sekolah yang ada di wilayahnya
b)
Karena dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang alain,maka akan timbul
persaingan sehat antar sesame.
c)
Standar pelajaran akan terpelihara dengan sebaik baiknya karena soal soal tes
yang akan diberikan oleh Dinas P dan K atau Kanwil
Keburukan
THB bersama;
a)
Ada kemungkinan akan terjadi pemberian pelajaran yang hanya berorientasi pada
“UJIAN” dengan cara memberikan latihan mengerjakan soal yang
sebanyak-banyaknya.
b)
Tidak menghiraukan jika terjadi beberapa bentuk kecurangan karena ada
sekolah-sekolah yang ingin mendapat niali baik.
Berhubungan
dengan adanya bermacam-macam tes ini dengan sendirinya cara memberikan nilai
dan perhitungannya sebagai informasi orestasi siswa juga berbeda-beda.
- B. PERBANDINGAN ANTARA DIAGNOSTIK, FORMATIF, DAN SUMATIF
- Ditinjau dari segi fungsinya
Diagnostik :
- Untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa
- Menentukan tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya
- Untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya dalam menerima pelajaran
- Menentukan kesulitan – kesulitan belajar yang dialami siswa, sehingga pendidik dapat membantu mengatasi masalah tersebut dan juga membimbingnya
Formatif :
- Untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan
- Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
Sumatif :
- Untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya
- Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa dirinya telah mengikuti suatu program, dan juga menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok
- 2. Ditinjau dari segi waktu
Diagnostik :
- Pada saat penyaringan calon siswa
- Pada saat pembagian kelas atau saat pertama kali guru memberikan pelajaran
- Selama pelajaran sedang berlangsung
Formatif :
- Selama pembelajaran berlangsung, tujuannya agar pendidik dapat mengetahui informasi kemajuan yang telah dicapai atau kekurangan dan kesulitan siswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik
Sumatif :
- Pada akhir catur wulan atau semester akhir
- 3. Ditinjau dari titik berat penilaian
Diagnostik :
- Menekan pada aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotor
- Pada faktor fisik, psikologi, dan lingkungan
Formatif :
- Hanya menekan pada aspek atau tingkah laku kognitif saja
Sumatif :
- Menekan pada aspek kognitif, namun kadang pada aspek psikomotorik dan juga terkadang pada aspek afektifnya. Walaupun demikian yang diukur bukan sekedar ingatan dan hafalannya saja melainkan tingkatan yang lebih tinggi
- 4. Ditinjau dari alat evaluasi
Tes
diagnostic:
- Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan
- Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan
- Tes buatan guru
- Pengamatan dan daftar cocok (Check list)
Tes formatif
- Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik
Tes sumatif
- Tes ujian akhir
- 5. Ditinjau dari cara memilih tujuan yang di evaluasi
Tes
diagnostik
- Memilih tiap-tiap ketrampilan prasyarat
- Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang
- Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental , dan perasan
Tes formatif
Mengukur
semua tujuan instruksional khusus
Tes sumatif
Mengukur
tujuan instruksional umum
6.
Ditinjau dari tingkat kesuliatan tes
Tes
diagnostik
Untuk tes
diagnostic mengukur ketrampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang
tingkat kesulitannya (indeks kesukaran 0,65 atau lebih.
Tes formatif
Belum dapat
ditentukan
Tes sumatif
Rata-rata
mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70.
Ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.
- 7. Ditinjau dari Skoring (cara memberikan skor)
Tes
Diagnostik
Tes
diagnostic menggunakan standar mutlak dan standar relative (criterion
referenced and normreferenced).
Tes Formatif
Hanya
menggunakan standar mutlak (criterion referenced).
Tes Sumatif
Kebanyakan
menggunakan standar relative (normrferenced), tetapi dapat pula dipakai
standar mutlak (criterion referenced).
- 8. Ditinjau dari Tingkat Pencapaian
Menurut Dr.
Suharsimi Arikunto bahwa yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah nilai
skor yang dicapai siswa di dalam setiap tes. Lanjut beliau mengtakan bahwa
tingkat pencapaian ini tidaklah sama, artinya, tinggi rendahnya tuntutan
terhadap tingkat pencapaian tergantung pada fungsi dan tujuan masing-masing
tes. (Suharsimi, 2005: 47)
(1)
Tes Diagnostik
Tes
Diagnostik ini bermacam-macam, oleh karena itu tingkat pencapaiannya juga tidak
sama. Te diagnostic yang sifatnya memonitor kemajuan, maka tingkat pencapaian
yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya. Oleh karena
itu tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostic
tersebut. Kemudian tes prasyarat, tes ini sifatnya khusus, yang memiliki fungsi
untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat untuk kelanjutan studi bagi
pengetahuan berikutnya.
(2)
Tes Formatif
Tes ini,
jika ditinjau dari segi tujuan, maka fungsinya adalah digunakan untuk
mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan
menjadi tujuan instruksional khusus. dalam system pendidikan lama, belum ada
tuntutan terhadap pencapaian TIK namun pada tahun 1975, dengan keluarnya
kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah
75%. Oleh karena itu, siswa yang belum mencapai skor tersebut diwajibkan untuk
menempuh kegiatan perbaikan yang sering disebut renudial program sampai
siswa yang bersangkutan lulus dalam tes yang berarti telah mencapai skor 75%.
(Suharsimi, 2005: 48).
(3)
Tes Sumatif
Fungsi tes
sumatif adalah memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu
program dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dan
kelompoknya. Oleh karena itu, tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa tersebut. Namun tidak berarti tes
sumatif tidak penting. Perlu diingat bahwa te sumatif ini dilakukan pada akhir
program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut naik
kelas atau lulus. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya, namun
secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu, yaitu norma kenaikan
kelas atau norma kelulusan.
9.
Ditinjau dari cara Pencatatan Hasil
(a)
Tes Diagnostik
Jika
ditinjau dari cara pencatatan hasil, maka tes diagnostik hasilnya dicatat dan
dilaporkan dalam bentuk profil.
(b)
Tes Formatif
Sedangkan
tes formatif cara pencatatannya yaitu prestasi setiap siswa dilaporkan dalam
bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.
(c)
Tes Sumatif
Tes sumatif
jika ditinjau dari dari cara pencatatan hasil, maka pencatatannya keseluruhan
skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas maka dapat di simpulkan :
- Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka dari itu seorang pengajar/ Guru haruslah mengetahui prinsip-prinsip dalam evaluasi Sehingga dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik.
- Evalusi yang di lakukan dengan non test yaitu melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan tes berarti penilaian dengan menggunakan test .
- Evaluasi yang dilakukan di sekolah, Khususnya di suatu kelas yang salah satunya adalah untuk mengukur siswa. Dilihat dari segi kegunaan mengukur siswa maka di bedakan menjadi 3 macam tes, Yaitu :
a)
Tes Diagnostik (Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa)
b)
Tes Formatif (Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program
secara menyeluruh)
c)
Tes Sumatif (Ulangan Harian/semester)
- Evaluasi diarahkan pada komponen-komponen sistem pembelajaran, yang meliputi input, proses, dan output.
- Karakteristik siswa yang dievaluasi dalam ruang lingkup kegiatan belajar mengajar adalah dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.
Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21
September 2011
By ishaq
madeamin on Sabtu, 18 Juni 2011
Pada tulisan
sebelumnya tentang validitas sudah diposting, postingan yang membahas secara
teori mengenai validitas sebuah alat evaluasi termasuk jika alat evaluasi
tersebut adalah hasil tes atau soal.
Pada postingan kita kali akan membahas tentang cara menganalisis (menghitung) tingkat validitas tiap butir soal yang sebelumnya soal tersebut diperoleh data-datanya melalui proses uji coba, teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
Pada postingan kita kali akan membahas tentang cara menganalisis (menghitung) tingkat validitas tiap butir soal yang sebelumnya soal tersebut diperoleh data-datanya melalui proses uji coba, teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
Validitas
butir soal diartikan soal tersebut diujicoba untuk menentukan apakah
butir-butir soal tersebut sahih digunakan atau tidak pada evaluasi yang
sebenarnya
Langkah-langkah
Validitas
Rumus yang digunakan dalam menentukan tingkat validitas butir soal tes objektif dapat menggunakan Korelasi Product Moment dengan Simpangan, secara matematis dituliskan:
Rumus yang digunakan dalam menentukan tingkat validitas butir soal tes objektif dapat menggunakan Korelasi Product Moment dengan Simpangan, secara matematis dituliskan:
Misalkan:
Anda memiliki 4 butir soal (variabel X: X1, X2, X3, dan X4), selanjutnya soal terebut diuji oleh 9 0rang atau responden. Hasil uji coba seperti di masukkan pada halaman kerja Microsoft Excel (lihat gambar)
Anda memiliki 4 butir soal (variabel X: X1, X2, X3, dan X4), selanjutnya soal terebut diuji oleh 9 0rang atau responden. Hasil uji coba seperti di masukkan pada halaman kerja Microsoft Excel (lihat gambar)
Dengan menggunakan persamaan Korelasi Product Moment dengan Simpangan, kita menghitung validitas butir soal nomor 1 (X1), dengan langkah-langkah berikut ini:
- Hitung skor total jawaban benar tiap responden (variabel Y)
- Hitung skor rata-rata butir soal nomor 1 (variabel X1)
- Hitung skor rata-rata semua responden (Skor rata-rata variabel Y)
- Hitung x1 untuk responden pertama dengan rumus =skor responden 1 - skor rata-rata butir soal nomor, selanjutnya dengan responden ke-2 sampai ke-9
- Hitung y dengan untuk responden pertama dengan rumus =skor responden 1 - skor rata-rata semua responden, selanjutnya dengan responden ke-2 sampai ke-9
- Hitung x1^2 (^=pangkat) untuk responden ke-1 sampai responden ke-9, kemudian jumlahkan hasilnya
- Hitung x1*y (*=kali) untuk responde ke-1 sampai responden ke-9, kemudian jumlahkan hasilnya
- Hitung y^2 (^=pangkat) untuk responden ke-1 sampai responden ke-9, kemudian jumlahkan hasilnya
- Kali hasil jumlah langkah 6 dan8
- Cari nilai akar dari langkah 9
- Terakhir, bagi langkah ke-7 dengan langkah 10
- Jika benar Anda memperoleh jawaban 0,8111
Lanjutkan
mencari validitas untuk butir soal nomor 2 (X2), dan seterusnya. Dengan
variabel Y tetap sebagai pembanding.
Di atas dijelaskan tentang cara uji validitas dengan menggunakan Korelasi Product Moment dengan Simpangan, dengan cara mencari variabel-variabel tertentu. Dengan rumus yang sama kita akan mencari nilai validitas atau bisa dikatakan membuktikan nilai validitas di atas dengan menggunakan fungsi PEARSON pada Microsoft Excel.
Bentuk umum Fungsi PEARSON
Di atas dijelaskan tentang cara uji validitas dengan menggunakan Korelasi Product Moment dengan Simpangan, dengan cara mencari variabel-variabel tertentu. Dengan rumus yang sama kita akan mencari nilai validitas atau bisa dikatakan membuktikan nilai validitas di atas dengan menggunakan fungsi PEARSON pada Microsoft Excel.
Bentuk umum Fungsi PEARSON
=PEARSON(Array1;Array2)
Keterangan:
Array1 disebut sebagai variabel X (sesuai butir soal: X1, X2, X3, dan X4)
Array2 disebut sebagai variabel Y (Skor total yang diperoleh responden)
Berikut langkah-langkah uji validitas dengan fungsi PEARSON pada soal butir 1 (X1), yaitu:
- Aktifkan cell dibagian bawah nilai rata-rata X1 atau sesudah jawaban validitas dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan Simpangan (Untuk menempatkan jawaban nilai validitas dengan fungsi Pearson)
- Ketikkan rumus PEARSON: =PEARSON(B3:B11;F3:F11)
- Tekan Enter
- Muncul jawaban 0,8111 (Jawaban yang sama jika menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan Simpangan)
- Untuk butir 2, 3, dan 4 cukup mendrag nilai validitas butir soal nomor 1 dengan sebelumnya mengunci variabel Y (F3:F11) dengan menekan F4 sehingga hasilnya (=PEARSON(B3:B11;$F$3:$F$11)
- Selesai
Selanjutnya,
jika nilai validitas diperoleh dengan 2 cara dan hasil yang sama (hanya sebagai
pembuktian bahwa rumus Korelasi Product Moment dengan Simpangan sama dengan
fungsi PEARSON pada Excel) maka perlu dilakukan konsultasi dengan
kriteria-kriteria validitas [baca
di sini].
Berdasarkan konsultasi nilai validitas yang diperoleh dengan kriteria-kriteria validitas, Anda bisa membuat kesimpulan terhadap butir-butir soal yang dianalisis, apakah soal tersebut valid atau tidak valid? atau valid tanpa perlu mengkoreksi butir soal tersebut, atau bisa jadi kriterianya rendah misalnya valid sedang sehingga perlu dikoreksi soalnya dan setelah itu baru dikatakan valid.
Berdasarkan konsultasi nilai validitas yang diperoleh dengan kriteria-kriteria validitas, Anda bisa membuat kesimpulan terhadap butir-butir soal yang dianalisis, apakah soal tersebut valid atau tidak valid? atau valid tanpa perlu mengkoreksi butir soal tersebut, atau bisa jadi kriterianya rendah misalnya valid sedang sehingga perlu dikoreksi soalnya dan setelah itu baru dikatakan valid.
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas.A. Definisi Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2004:137). Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur.
Penggaris dinyatakan valid jika digunakan untuk mengukur panjang, namun tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat. Artinya, penggaris memang tepat digunakan untuk mengukur panjang, namun menjadi tidak valid jika penggaris digunakan untuk mengukur berat.
Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment, sebagai berikut :
Item Instrumen dianggap Valid jika lebih besar dari 0,3 atau bisa juga dengan membandingkannya dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel maka valid.
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah rumus Spearman Brown
Ket :
R 11 adalah nilai reliabilitas
R b adalah nilai koefisien korelasi
Nilai koefisien reliabilitas yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik).
Pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrument yang digunakan sudah tidak valid dan reliable maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan reliable. Sugiyono (2007: 137) menjelaskan perbedaan antara penelitian yang valid dan reliable dengan instrument yang valid dan reliable sebagai berikut :
Penelitian yang valid artinya bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Artinya, jika objek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul berwarna putih maka hasil penelitian tidak valid. Sedangkan penelitian yang reliable bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap berwarna merah.
dirangkum dari :
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung,Alfabeta.
Uji Validitas dan Reliabilitas
1.
Pengertian Validitas dan
Reliabilitas Intrumen
Validitas dan Reliabiltas Instrumen
Analisis validitas dan reliabilitas merupakan
salah satu analisis kehandalan instrument penelitian. Instrument penelitian
yang handal merupakan salah satu faktor pendukung kehandalan hasil penelitian.
Penelitian akan valid dan reliabel apabila data yang dihasilkan juga valid dan
reliabel. Data yang valid dan reliabel akan didapatkan jika instrumen
penelitian yang digunakan juga valid dan reliabel.
Pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur variabel
yang kita teliti sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Bila instrumen/alat ukur tersebut tidak valid maupun reliabel, maka tidak
akan diperoleh hasil penelitian yang baik.
A. Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang akan diukur.
Ada beberapa jenis validitas, namun yang paling banyak dibahas adalah
validitas konstruk. Konstruk atau kerangka konsep adalah istilah dan
definisi yang digunakan untuk menggabarkan secara abstrak kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian. Konsep
itu kemudian seringkali masih harus diubah menjadi definisi yang
operasional, yang menggambarkan bagaimana mengukur suatu gejala. Langkah
selanjutnya adalah menyusun pertanyaan-pertanyaan/ pernyataan-pernyataan yang
sesuai dengan definisi itu.
Untuk mencari definisi konsep tersebut dapat ditempuh dengan berbagai
cara sebagai berikut:
1. Mencari definisi konsep yang dikemukakan
para ahli. Untuk ini perlu dipelajari buku-buku referensi yang relevan.
2. Kalau dalam literatur tidak dapat
diperoleh definisi konsep-konsep penelitian, maka peneliti harus
mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk tujuan ini
peneliti dapat mendiskusikan dengan ahli-ahli yang kompeten dibidang konsep
yang akan diukur.
3. Menanyakan definisi konsep yang akan
diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang
sama dengan responden (Ancok: 1989). Misalnya peneliti ingin mengukur konsep
“religiusitas”. Dalam mendefinisikan konsep ini peneliti dapat langsung
menanyakan kepada beberapa calon responden tetnang ciri-ciri orang yang
religius. Berdasar jawaban calon responden, kemudian disusun kerangka suatu
konsep. Apabila terdapat konsistensi antra komponen-komponen konstruk
yang satu dengan lainnya, maka konstruk itu memiliki
validitas.
Cara yang paling banyak dipakai untuk mengetahui validitas konstruk
suatu instrumen/alat pengukur ialah dengan mengkorelasikan skor/nilai yang diperoleh
pada masing-masing pertanyaan/pernyataan dari semua responden dengan
skor/nilai total semua pertanyaan/pernyataan dari semua responden. Korelasi
antara skor/nilai setiap pertanyaan/pernyataan dan skor/nilai total haruslah
signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu misalnya dengan menggunakan
teknik korelasi product moment.
B. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengkur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan kemantapan/konsistensi
hasil pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan mantap atau konsisten,
apabila untuk mengukur sesuatu berulang kali, alat pengukur itu menunjukkan
hasil yang sama, dalam kondisi yang sama.
Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan
hasil pengukuran yang mantap atau konsisten. Pada alat pengukur fenomena fisik
seperti berat dan panjang suatu benda, kemantapan atau konsistensi hasil
pengukuran bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh. Tetapi untuk pengukuran fenomena
sosial, seperti sikap, pendapat, persepsi, kesadaran beragama, pengukuran yang
mantap atau konsisten, agak sulit dicapai.
Berhubung gejala sosial tidak semantap fenomena fisik, maka dalam
pengukuran fenomena sosial selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran.
Dalam penelitian sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar. Karena itu untuk
mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu
diperhitungkan. Makin kecil kesalahan pengukuran, semakin reliabel alat
pengukurnya. Semakin besar kesalahan pengukuran, semakin tidak reliabel alat
pengukur tersebut.
Teknik-teknik untuk menentukan reliabilitas ada tiga yaitu: a. teknik
ulangan, b. teknik bentuk pararel dan c. teknik belah dua. Dalam tulisan ini
akan dijelaskan satu teknik saja yaitu teknik belah dua.
Teknik belah dua merupakan cara mengukur reliabilitas suatu alat ukur
dengan membagi alat ukur menjadi dua kelompok. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
a. Mengajukan instrumen kepada sejumlah
responden kemudia dihitung validitas itemnya. Item yang valid dikumpulkan
menjadi satu, item yang tidak valid dibuang.
b. Membagi item yang valid tersebut
menjadi dua belahan. Untuk mebelah instrumen menjadi dua, dapat dilakukan
dengan salah satu cara berikut: 1). Membagi item dengan cara acak (random).
Separo masuk belahan pertama, yang separo lagi masuk belahan kedua; atau (2)
membagi item berdasarkan nomor genap-ganjil. Item yang bernomor ganjil
dikumpulkan menjadi satu dan yang bernomor genap juga dijadikan satu. Untuk menghitung
reliabilitasnya skor total dari kedua belahan itu dikorelasikan.
2. Pertanyaan tentang materi :
- Apakah yang dimaksud dengan Validitas?
- Apakah yang dimaksud dengan Reliabilitas
- Jelaskan cara yang paling banyak dipakai untuk mengetahui validitas konstruk suatu instrumen/alat pengukur?
- Sebutkan teknik-teknik untuk menentukan Reliabilitas?
3. Jawaban :
- Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang akan diukur.
- Reliabilitas adalah adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengkur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
- Cara yang paling banyak dipakai untuk mengetahui validitas konstruk suatu instrumen/alat pengukur ialah dengan mengkorelasikan skor/nilai yang diperoleh pada masing-masing pertanyaan/pernyataan dari semua responden dengan skor/nilai total semua pertanyaan/pernyataan dari semua responden.
- a. teknik ulangan, b. teknik bentuk pararel dan c. teknik belah dua.
4.
Contoh Validitas dan
Reliabilitas Instrumen
Suatu instrumen penelitian akan digunakan untuk mengukur kinerja aparatur
negara. Instrumen tersebut telah dikonsultasikan kepada para ahli aparatur dan
dinyatakan siap untuk diujicoba. Uji coba diberlakukan terhadap sampel 25
responden yang tahu masalah aparatur. Berdasarkan 25 responden tersebut dapat
dikelompokkan 27% responden yang membrikan skor tinggi dan 27% skor rendah (27%
responen 0,27 x 25 = 27), seperti tertera dalam tabel berikut.
Kelompok Skor Tinggi dan Rendah Pada Instrumen
Untuk Mengukur Kinerja Aparatur Negara
Skor-Skor Kelompok Tinggi
|
Skor-Skor Kelompok Rendah
|
126
|
81
|
128
|
96
|
135
|
104
|
135
|
107
|
135
|
108
|
140
|
108
|
142
|
109
|
= 135,1
S1 = 6,1
S12 = 38,1
|
= 101, 85
S1 = 10,2
S1 = 104,4
|
Untuk menguji daya pembeda secara signifikan digunakan rumus t-test sebagai
berikut :
dimana
selanjutnya rumus (t)
Untuk mengetahui apakah perbedaan itu
signifikan atau tidak, maka harga t hitung tersebut perlu dibandingkan dengan
harga t table. Bila t hitung lebih besar dengan t valid, maka perbedaan itu
signifikan, sehingga intrumen dinyatakan valid.
Berdasarkan table t, dapat diketahui bahwa bila
tingkat kesalahan 5%, dengan dk 12 maka harga t table = 1,78. (dk = n1 +
n2- 2 + 7 = 7 =12). Ternyata harga t hitung 7,37 jauh lebih besar
signifikan antara kelompok skor tinggi (X1) dan kelompok rendah (X2).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut valid.
Azuar Juliandi ©2007.
Http:/Www.Azuarjuliandi, Pengujian Validitas Dan Reliabilitas, Pengujian
Validitas Menggunakan Excel
H A R T O N O
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sulthan Syarif Kasim Riau
- EVALUASI PEMBELAJARAN
- SILABUS
- STRATEGI PEMBELAJARAN
- KARYA BUKU
- TUGAS KULIAH
- KISAH HIDUPKU
- BUKU TAMU PENGUNJUNG
- SELAMAT TAHUN BARU 2012
Kamis, 25 Maret 2010
EVALUASI PEMBELAJARAN
EVALUASI TES HASIL PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI
Oleh : Hartono
PENGOLAHAN TES HASIL BELAJAR
A. Pengolahan Lembar Jawaban Tes Objektif
Analisis tes hasil belajar bentuk objektif dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan indeks daya diskriminasi. Menurut Fernandes (1984) analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya beda, dan efektifitas pengecoh. Analisis juga untuk menguji efektifitas distraktor pada setiap butir soal untuk menentukan apakah setiap distraktor yang dibuat sudah berfungsi dengan baik. Hasil analisis ini akan menghasilkan suatu keputusan apakah butir soal itu nantinya dapat dipakai, diperbaiki atau dibuang.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan analisis psikometrik klasik. Teori tes klasik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain perhitungan tingkat kesukaran dan daya pembeda soal sangat bergantung pada sampel yang digunakan dalam analisis. Kondisi sampel sangat mempengaruhi hasil analisis, bila sampel yang digunakan memiliki rentang dan sebaran kemampuan yang tinggi maka hasil analisisnya akan berbeda dengan rentang dan sebaran kemampuan siswa yang rendah. Sebagai contoh daya pembeda soal akan tinggi bila tingkat kemampuan siswa sangat bervariasi atau mempunyai rentang kemampuan yang besar. Sebaliknya daya pembeda soal akan kecil bila tingkat kemampuan siswa mempunyai rentang kemampuan yang kecil. Oleh karena itu kondisi sampel sangat mempengaruhi perhitungan statistik yang dihasilkannya.
Guna mengatasi kelemahan dari teori tes klasik, maka langkah yang dapat ditempuh adalah berhati-hati dalam mengambil sampel. Dengan kata lain sampel yang digunakan harus benar-benar mewakili (representatif) dari populasi. Bila sampel yang digunakan tidak representatif maka akibatnya hasil analisis tidak bisa digeneralisasikan pada populasi. Berikut ini akan dibahas karakteristik tes yang akan menentukan kualitas tes.
1. Tingkat Kesukaran
Untuk menghitung tingkat kesukaran (p) cara yang paling mudah dan paling umum digunakan adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhannya.
Untuk menentukan butir soal tersebut mudah, sedang atau sukar dapat digunakan kriteria sebagai berikut : (Bahrul Hayat, 1997)
Tabel Tingkat Kesukaran Soal
Proportion correct (p) dan Kategori Soal
P > 0,70 = Mudah
0,30 < 70 =" Sedang" 30 =" Sukar" p =" 0,600" d =" niT" nit =" Banyaknya" nt =" Banyaknya" nir =" Banyaknya" nr =" Banyaknya" d =" pT" 40 =" Bagus" 39 =" Bagus" 29 =" Belum" 20 =" Jelek" 100 =" 80">
Oleh : Hartono
PENGOLAHAN TES HASIL BELAJAR
A. Pengolahan Lembar Jawaban Tes Objektif
Analisis tes hasil belajar bentuk objektif dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan indeks daya diskriminasi. Menurut Fernandes (1984) analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya beda, dan efektifitas pengecoh. Analisis juga untuk menguji efektifitas distraktor pada setiap butir soal untuk menentukan apakah setiap distraktor yang dibuat sudah berfungsi dengan baik. Hasil analisis ini akan menghasilkan suatu keputusan apakah butir soal itu nantinya dapat dipakai, diperbaiki atau dibuang.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan analisis psikometrik klasik. Teori tes klasik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain perhitungan tingkat kesukaran dan daya pembeda soal sangat bergantung pada sampel yang digunakan dalam analisis. Kondisi sampel sangat mempengaruhi hasil analisis, bila sampel yang digunakan memiliki rentang dan sebaran kemampuan yang tinggi maka hasil analisisnya akan berbeda dengan rentang dan sebaran kemampuan siswa yang rendah. Sebagai contoh daya pembeda soal akan tinggi bila tingkat kemampuan siswa sangat bervariasi atau mempunyai rentang kemampuan yang besar. Sebaliknya daya pembeda soal akan kecil bila tingkat kemampuan siswa mempunyai rentang kemampuan yang kecil. Oleh karena itu kondisi sampel sangat mempengaruhi perhitungan statistik yang dihasilkannya.
Guna mengatasi kelemahan dari teori tes klasik, maka langkah yang dapat ditempuh adalah berhati-hati dalam mengambil sampel. Dengan kata lain sampel yang digunakan harus benar-benar mewakili (representatif) dari populasi. Bila sampel yang digunakan tidak representatif maka akibatnya hasil analisis tidak bisa digeneralisasikan pada populasi. Berikut ini akan dibahas karakteristik tes yang akan menentukan kualitas tes.
1. Tingkat Kesukaran
Untuk menghitung tingkat kesukaran (p) cara yang paling mudah dan paling umum digunakan adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhannya.
Untuk menentukan butir soal tersebut mudah, sedang atau sukar dapat digunakan kriteria sebagai berikut : (Bahrul Hayat, 1997)
Tabel Tingkat Kesukaran Soal
Proportion correct (p) dan Kategori Soal
P > 0,70 = Mudah
0,30 < 70 =" Sedang" 30 =" Sukar" p =" 0,600" d =" niT" nit =" Banyaknya" nt =" Banyaknya" nir =" Banyaknya" nr =" Banyaknya" d =" pT" 40 =" Bagus" 39 =" Bagus" 29 =" Belum" 20 =" Jelek" 100 =" 80">
B. Pengolahan
Lembar Jawaban Tes Essay
1. Cara Memeriksa tes Essay
Memeriksa tes bentuk essay lebih sulit dibandingkan dengan bentuk tes objektif. Siapapun yang menilai lembar jawaban tes objektif hasilnya pasti sama. Sedangkan memeriksa tes essay hasilnya bisa berbeda kalau yang memeriksa orangnya berbeda, sekalipun kriteria jawaban yang tepat sudah ditetapkan. Itu sebabnya bentuk tes ini disebut dengan tes subjektif.
Untuk menghindari faktor subjektifitas maka sebaiknya sebelum memeriksa lembar jawaban dipersiapkan dulu kriteria jawaban yang benar. Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memeriksa lembar jawaban tes objektif.
Lembar jawaban diperiksa perorang. Maksudnya setelah selesai memeriksa punya si A dan diberi skor lalu memeriksa punya si B, lalu si C dan seterusnya.
Lembar jawaban diperiksa nomor demi nomor. Misalnya satu lokal terdiri dari 30 orang, maka pemeriksaan lembar jawaban dilakukan mulai nomor satu pada seluruh lembar jawaban essay. Setelah selesai dilanjutkan dengan nomor dua untuk seluruh lembar jawaban mahasiswa demikian seterusnya.
Bila dibandingkan cara pertama dengan cara kedua maka cara kedua lebih objektif. Sedangkan cara pertama lebih subjektif. Oleh karena itu sebaiknya untuk memperoleh hasil yang lebih objektif gunakan cara kedua.
2. Pemberian Skoring pada tes Essay
Pemberian skoring dapat dipilih dari beberapa skala pengukuran, misalnya skala 1-4, 1-10 dan 1-100. Sebaiknya jangan memberikan skor nol. Mulailah skoring dari angka 1. Semakin tinggi skala pengukuran yang digunakan maka hasilnya semakin halus dan akurat. Pemberian skor ini berlaku sama untuk semua nomor soal.
Setelah menetapkan skoring langkah selanjutnya adalah menetapkan pembobotan sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebaiknya gunakan skala 1-10. misalnya soal yang mudah diberi bobot 2, sedang bobotnya 3 dan soal yang sulit bobotnya 5.
Ada juga yang melakukan penilaian lembar jawaban tidak mengikuti cara di atas, dimana setiap soal langsung diberi bobot nilai tanpa mempertimbangkan skala pengukuran. Sehingga skala pengukuran tiap item tidak sama.
Proses penetapan skornya adalah sebagai berikut:
1. skor setiap Item diperoleh dengan cara nilai setiap item dikali Bobot.
2. Jumlahkan total nilai (skor kerja) setiap item lalu dibagi dengan skor ideal.
Untuk lebih jelasnya berikut akan diberikan contoh perhitungan.
1. Cara Memeriksa tes Essay
Memeriksa tes bentuk essay lebih sulit dibandingkan dengan bentuk tes objektif. Siapapun yang menilai lembar jawaban tes objektif hasilnya pasti sama. Sedangkan memeriksa tes essay hasilnya bisa berbeda kalau yang memeriksa orangnya berbeda, sekalipun kriteria jawaban yang tepat sudah ditetapkan. Itu sebabnya bentuk tes ini disebut dengan tes subjektif.
Untuk menghindari faktor subjektifitas maka sebaiknya sebelum memeriksa lembar jawaban dipersiapkan dulu kriteria jawaban yang benar. Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memeriksa lembar jawaban tes objektif.
Lembar jawaban diperiksa perorang. Maksudnya setelah selesai memeriksa punya si A dan diberi skor lalu memeriksa punya si B, lalu si C dan seterusnya.
Lembar jawaban diperiksa nomor demi nomor. Misalnya satu lokal terdiri dari 30 orang, maka pemeriksaan lembar jawaban dilakukan mulai nomor satu pada seluruh lembar jawaban essay. Setelah selesai dilanjutkan dengan nomor dua untuk seluruh lembar jawaban mahasiswa demikian seterusnya.
Bila dibandingkan cara pertama dengan cara kedua maka cara kedua lebih objektif. Sedangkan cara pertama lebih subjektif. Oleh karena itu sebaiknya untuk memperoleh hasil yang lebih objektif gunakan cara kedua.
2. Pemberian Skoring pada tes Essay
Pemberian skoring dapat dipilih dari beberapa skala pengukuran, misalnya skala 1-4, 1-10 dan 1-100. Sebaiknya jangan memberikan skor nol. Mulailah skoring dari angka 1. Semakin tinggi skala pengukuran yang digunakan maka hasilnya semakin halus dan akurat. Pemberian skor ini berlaku sama untuk semua nomor soal.
Setelah menetapkan skoring langkah selanjutnya adalah menetapkan pembobotan sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebaiknya gunakan skala 1-10. misalnya soal yang mudah diberi bobot 2, sedang bobotnya 3 dan soal yang sulit bobotnya 5.
Ada juga yang melakukan penilaian lembar jawaban tidak mengikuti cara di atas, dimana setiap soal langsung diberi bobot nilai tanpa mempertimbangkan skala pengukuran. Sehingga skala pengukuran tiap item tidak sama.
Proses penetapan skornya adalah sebagai berikut:
1. skor setiap Item diperoleh dengan cara nilai setiap item dikali Bobot.
2. Jumlahkan total nilai (skor kerja) setiap item lalu dibagi dengan skor ideal.
Untuk lebih jelasnya berikut akan diberikan contoh perhitungan.
Nilai rata-rata sebelum
diberi bobot adalah 35/6 = 5,833
Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 104/35 = 2,971
Pemberian bobot dalam pengolahan lembar jawaban soal essay sangat penting, karena skor diberikan benar-benar atas dasar kemampuan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa setiap item tes tingkat kesukarannya berbeda.
C. Penetapan Nilai dan Kelulusan Hasil belajar
Menetapkan nilai hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan acuan patokan dan menggunakan acuan norma. Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan cara bergantian.
Perhitungan skor di atas masih dalam bentuk skor mentah, oleh karena itu hasil perhitungannya perlu diolah lagi guna menentukan nilai akhir. Setidak-tidak nya ada dua fungsi yaitu:
menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa dibandingkan dengan kelompoknya.
menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Untuk menentukan batas kelulusan setidak-tidaknya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu batas lulus aktual, batas lulus ideal dan batas lulus purposif. Berikut akan dijelaskan secara ringkas.
Batas lulus aktual
Batas lulus aktual didasarkan pada nilai rata-rata aktual yang dicapai oleh kelompok mahasiswa, yang perlu dihitung adalah nilai rata-rata dan standar deviasinya. Skor yang dinyatakan lulus adalah skor di atas X + 0,25SD.
Batas lulus ideal
Batas lulus ideal hampir sama dengan batas lulus aktual, karena batas lulus ideal juga menggunakan rata-rata dan simpangan baku. Bedanya batas lulus ideal rata-ratanya ditentukan setengah dari skor maksimum. Sedangkan simpangan baku sepertiga dari nilai rata-rata ideal.
Batas lulus purposif
Batas lulus purposif mengacu pada penilaian acuan patokan, sehingga tidak perlu menghitung nialai rata-rata dan simpangan bakunya. Nilai dibuat berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan. Misalnya batas kelulusan adalah skor di atas 75% dari skor maksimum. Misalnya nilai maksimum mahasiswa di kelas 80. maka batas kelulusannya adalah 75% x 80 = 60. jadi mahasiswa yang dinyatakan lulus adalah yang nilainya lebih dari 60. sedangkan mahasiswa yang nilainya kurang dari 60 dinyatakan tidak lulus.
D. Konversi Hasil Scoring Menjadi Nilai Akhir
Kesalahan sering terjadi pada pemberian nilai akhir, dimana hasil skoring dianggap sebuah nilai akhir. Padahal seharusnya hasil skoring tersebut harus dikonversi dulu menjadi nilai akhir dalam bentuk skala yang sudah ditetapkan sebelumnya, dalam bentuk skala 1-4, skala 1-10 dan skala 1-100. berikut akan dibahas cara mengkonversi hasil skor menjadi nilai akhir.
Konversi Sederhana
Cara ini sangat sederhana dan mengabaikan tingkat ketelitian dan keakuratan data, tidak mustahil akan terjadi kesalahan interpretasi. Karena cara ini mengabaikan tingkat variansi kemampuan mahasiswa. Misalnya kriteria yang digunakan dalam bentuk persentase.
Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 104/35 = 2,971
Pemberian bobot dalam pengolahan lembar jawaban soal essay sangat penting, karena skor diberikan benar-benar atas dasar kemampuan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa setiap item tes tingkat kesukarannya berbeda.
C. Penetapan Nilai dan Kelulusan Hasil belajar
Menetapkan nilai hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan acuan patokan dan menggunakan acuan norma. Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan cara bergantian.
Perhitungan skor di atas masih dalam bentuk skor mentah, oleh karena itu hasil perhitungannya perlu diolah lagi guna menentukan nilai akhir. Setidak-tidak nya ada dua fungsi yaitu:
menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa dibandingkan dengan kelompoknya.
menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Untuk menentukan batas kelulusan setidak-tidaknya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu batas lulus aktual, batas lulus ideal dan batas lulus purposif. Berikut akan dijelaskan secara ringkas.
Batas lulus aktual
Batas lulus aktual didasarkan pada nilai rata-rata aktual yang dicapai oleh kelompok mahasiswa, yang perlu dihitung adalah nilai rata-rata dan standar deviasinya. Skor yang dinyatakan lulus adalah skor di atas X + 0,25SD.
Batas lulus ideal
Batas lulus ideal hampir sama dengan batas lulus aktual, karena batas lulus ideal juga menggunakan rata-rata dan simpangan baku. Bedanya batas lulus ideal rata-ratanya ditentukan setengah dari skor maksimum. Sedangkan simpangan baku sepertiga dari nilai rata-rata ideal.
Batas lulus purposif
Batas lulus purposif mengacu pada penilaian acuan patokan, sehingga tidak perlu menghitung nialai rata-rata dan simpangan bakunya. Nilai dibuat berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan. Misalnya batas kelulusan adalah skor di atas 75% dari skor maksimum. Misalnya nilai maksimum mahasiswa di kelas 80. maka batas kelulusannya adalah 75% x 80 = 60. jadi mahasiswa yang dinyatakan lulus adalah yang nilainya lebih dari 60. sedangkan mahasiswa yang nilainya kurang dari 60 dinyatakan tidak lulus.
D. Konversi Hasil Scoring Menjadi Nilai Akhir
Kesalahan sering terjadi pada pemberian nilai akhir, dimana hasil skoring dianggap sebuah nilai akhir. Padahal seharusnya hasil skoring tersebut harus dikonversi dulu menjadi nilai akhir dalam bentuk skala yang sudah ditetapkan sebelumnya, dalam bentuk skala 1-4, skala 1-10 dan skala 1-100. berikut akan dibahas cara mengkonversi hasil skor menjadi nilai akhir.
Konversi Sederhana
Cara ini sangat sederhana dan mengabaikan tingkat ketelitian dan keakuratan data, tidak mustahil akan terjadi kesalahan interpretasi. Karena cara ini mengabaikan tingkat variansi kemampuan mahasiswa. Misalnya kriteria yang digunakan dalam bentuk persentase.
Nilai 10 bila mencapai
angka 100%
Konversi dengan Menggunakan Mean dan Standar Deviasi
Cara ini lebih akurat karena sudah mempertimbangkan tingkat variansi hasil belajar, sehingga nilai akhir sangat ditentukan oleh kelompoknya. Bila standar deviasinya kecil maka interval nilainya juga kecil. Sebaliknya bila standar deviasinya besar, maka interval nilainya juga besar. Konversi cara ini biasanya dilakukan untuk penilaian standar 10 dan standar 4 atau standar huruf.
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 10 adalah sebagai berikut:
M + 2,25 (SD) = 10
M + 1,75 (SD) = 9
M + 1,25 (SD) = 8
M + 0,75 (SD) = 7
M + 0,25 (SD) = 6
M - 0,25 (SD) = 5
M - 0,75 (SD) = 4
M - 1,25 (SD) = 3
M - 1,75 (SD) = 2
M - 0,25 (SD) = 1
Catatan : M = Mean atau nilai rata-rata
SD = Standar Deviasi
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 4 atau standar huruf adalah sebagai berikut:
Konversi dengan Menggunakan Mean dan Standar Deviasi
Cara ini lebih akurat karena sudah mempertimbangkan tingkat variansi hasil belajar, sehingga nilai akhir sangat ditentukan oleh kelompoknya. Bila standar deviasinya kecil maka interval nilainya juga kecil. Sebaliknya bila standar deviasinya besar, maka interval nilainya juga besar. Konversi cara ini biasanya dilakukan untuk penilaian standar 10 dan standar 4 atau standar huruf.
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 10 adalah sebagai berikut:
M + 2,25 (SD) = 10
M + 1,75 (SD) = 9
M + 1,25 (SD) = 8
M + 0,75 (SD) = 7
M + 0,25 (SD) = 6
M - 0,25 (SD) = 5
M - 0,75 (SD) = 4
M - 1,25 (SD) = 3
M - 1,75 (SD) = 2
M - 0,25 (SD) = 1
Catatan : M = Mean atau nilai rata-rata
SD = Standar Deviasi
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 4 atau standar huruf adalah sebagai berikut:
E. Penetapan
Nilai Akhir Semester
Penetapan nilai akhir semester biasanya berdasarkan total nilai mandiri, terstruktur, mid semester dan semester. Setelah diperoleh totalnya lalu di konversi menjadi huruf. Persoalan biasanya timbul saat menetapkan interval nilai A,B, C dan D. Untuk menetapkan interval seharusnya dimulai dari batas kelulusan.
Misalnya batas kelulusan adalah 60. lebih dari atau sama dengan 60 dinyatakan lulus. Kurang dari 60 tidak lulus. Maka perhitungan intervalnya adalah sebagai berikut.
1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40
2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A, B, C. Bararti banyak nya interval adalah 3.
3. Menentukan rentang interval.
Penetapan nilai akhir semester biasanya berdasarkan total nilai mandiri, terstruktur, mid semester dan semester. Setelah diperoleh totalnya lalu di konversi menjadi huruf. Persoalan biasanya timbul saat menetapkan interval nilai A,B, C dan D. Untuk menetapkan interval seharusnya dimulai dari batas kelulusan.
Misalnya batas kelulusan adalah 60. lebih dari atau sama dengan 60 dinyatakan lulus. Kurang dari 60 tidak lulus. Maka perhitungan intervalnya adalah sebagai berikut.
1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40
2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A, B, C. Bararti banyak nya interval adalah 3.
3. Menentukan rentang interval.
4. Membuat interval nilai
Jika kita menginginkan nilai
plus dan minus diperhitungkan maka proses penetapan intervalnya sebagai
berikut:
1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40
2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal -C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A+, A, A-, B+, B, B-, C+, C, C-. Bararti banyak nya interval adalah .
3. Menentukan rentang interval.
1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40
2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal -C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A+, A, A-, B+, B, B-, C+, C, C-. Bararti banyak nya interval adalah .
3. Menentukan rentang interval.
4. Membuat interval nilai
Dari dua contoh di atas
menunjukkan bahwa semakin banyak interval yang digunakan (menggunakan plus dan
minus) maka nilai yang ditetapkan semakin halus. Sebaliknya semakin sedikit
interval yang digunakan (tidak menggunakan plus dan minus) maka nilai yang
ditetapkan semakin kasar.F. Penutup
Demikianlah uraian ringkas tentang pengolahan nilai hasil belajar. Apa yang sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori evaluasi pendidikan sepanjang yang penulis ketahui. Masih ada hal-hal lain yang seharusnya dimasukkan dalam tulisan ini antara lain bagaimana mengolah nilai yang menggunakan non tes, uji kurva normal, Z skor dan T skor, mengubah data ordinal menjadi data interval dll. Namun karena keterbatasan waktu hanya ini yang bisa disajikan. Kalau ada kelemahan dan kesalahan mohon kritik dan saran yang membangun. Mudah-mudahan tulisan kecil ini bermanfaat bagi peserta workshop evaluasi pembelajaran.
Demikianlah uraian ringkas tentang pengolahan nilai hasil belajar. Apa yang sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori evaluasi pendidikan sepanjang yang penulis ketahui. Masih ada hal-hal lain yang seharusnya dimasukkan dalam tulisan ini antara lain bagaimana mengolah nilai yang menggunakan non tes, uji kurva normal, Z skor dan T skor, mengubah data ordinal menjadi data interval dll. Namun karena keterbatasan waktu hanya ini yang bisa disajikan. Kalau ada kelemahan dan kesalahan mohon kritik dan saran yang membangun. Mudah-mudahan tulisan kecil ini bermanfaat bagi peserta workshop evaluasi pembelajaran.
peler
BalasHapus